Minggu, 17 Mei 2015

[Review] Mad Max Fury Road


Pertama kali tahu film ini ketika akun twitter @WBPicturesID bagi link video trailer bulan lalu. Pertama kali nonton trailer-nya cuma ngerti ini film mobil-mobil rongsokan yang ditabrak-tabrak, dan dibakar. “Nggak tertarik” pertama kali punya pikiran setelah menonton trailer. Kemudian ada lagi akun di Twitter yang upload gambar-gambar mobil yang dipake di film ini. Baru sadar, gambar mobilnya bagus-bagus dan nggak sekedar mobil rongsokan. Beberapa gambar mobilnya seperti ini :







Rasa penasaran muncul yang kemudian baca sinopsisnya di beberapa website. Diceritakan film ini tentang pertarungan di Padang pasir, manusia berjuang untuk hidup, seorang laki-laki yang kehilangan anak dan istrinya, dan seorang perempuan yang ingin pulang ke kota masa kecilnya. Semakin penasaran. Saat baca di bebarapa previewer tentang Mad Max, saya baru tahu kalau Mad Max ini film yang pernah ada di tahun 1970-1980an.

Tepat tanggal 13 Mei 2015, Mad Max Fury Road tayang di bioskop Indonesia. Seketika twitter rame dari retweet-an @WBPicturesID yang ngasih testimoni untuk film. Pikir saya, Ini wajar karena Warner Bros adalah rumah produksi dari Mad Max.

Dua hari setelah tayang perdana, saya memutuskan untuk menonton. Pas beli tiket, nggak seperti beli tiket Furious 7 atau The Avenger 2 yang harus ngantri panjang. Pas milih tempat duduk sedikit ragu karena tempat duduk masih dominasi warna ijo. Demi mengobati rasa penasaran, saya putuskan tetap menonton Mad Max.

Cinema XXI di Paragon, Semarang.

Sekarang, saya mencoba kasih sedikit preview atau mungkin memberikan testimoni dari sudut pandang pribadi yang nggak punya pengetahuan tentang trilogi film Mad Max di tahun 1970-an.

Bingung harus mengeluarkan kata-kata awalan seperti apa.

Rongsokan, brutal, unik, panas.

Film yang hanya berlatar belakang padang pasir dan hampir tidak terlihat pohon hijau atau tanaman segar. Sangat kering. Tokoh dan mobil dalam cerita yang unik-unik. Entah lah, harus menggambarkan Immortan Joe dan para pengikutnya itu manusia atau zombie? Dan entah lah bagaimana memodifikasi mobil yang unik-unik.

Film ini dibuka dari perkenalan Max yang diculik sekelompok zombie saat di padang pasir. Suara anak perempuan kecil sering muncul memanggil-manggil nama Max. Sepanjang film, tidak diperkenalkan siapa anak kecil yang tergambar berwajah pucat dan muka berdarah tersebut.

Sekelompok zombie yang menculik Max adalah anak buah Immortan Joe. Immortan Joe adalah seorang penguasa dengan dandanan yang cukup unik karena maskernya. Layaknya tokoh Bane dalam film Batman The Dark Night Rises (2012), Immortan Joe menggunakan masker dengan oksigen yang menempel di leher bagian belakang. Immortan Joe mencuci otak para zombie yang dinamakan War Boy untuk memuja dirinya dan tujuan akhir adalah gerbang Valhalla. Selain itu, Immortan Joe berkuasa dengan mengendalikan sumber daya air untuk manusia. Dalam film, saat dia membuka sumber daya air yang mirip air terjun, dia mengatakan kepada manusia, bahwa manusia tidak boleh bergantung pada air. Karena itu akan membuatnya semakin terpana. Kira-kira begitu kalo nggak salah.

Tidak lama dari awal penayangan film, sebuah masalah dari film datang ketika Furiosa menyimpang tujuan dari misinya, yaitu mengambil sumber bahan bakar menggunakan War Rig, mobil yang mirip mobil tangki pertamina tetapi lebih besar dan panjang. Mengetahui hal tersebut, Immortan Joe langsung menuju ruangan para induk, ternyata para induk telah hilang. Immortan Joe langsung menggerakkan seluruh anak buahnya untuk perang demi membawa pulang para induk yang dibawa oleh Furiosa.

Inilah awal dari kejar-kejaran dalam film. Bagaimana Furiosa ingin membawa para induk kabur dari tempar Immortan Joe menuju ke suatu tempat yang bernama Green Place. Para induk ini hanya dijadikan seseorang yang dapat mengandung bayi untuk keturunan dari seorang Immortan Joe. Sedangkan Green Place digambarkan suatu tempat yang istilahnya hijau diantara luasnya padang pasir.

Kejar-kejaran antara Immortan Joe didampingi seluruh anak buahnya dengan Furiosa bersama para induk terus berjalan sepanjang film. Max, yang diculik untuk dijadikan “kantong darah” War Boy dipasung di depan mobil salah satu War Boy yang ikut berperang. Singkat cerita, akhirnya Max terbebas telah menjadi kantong darah saat mobil War Boy yang membawanya masuk ke dalam badai pasir. Setelah melewati scene yang masuk ke dalam badai pasir, Max dan Furiosa bertemu. Furiosa bersedia membantu Max untuk pergi dari tempat Immortan Joe walau sebelumnya harus berkelahi diantara mereka berdua untuk menentukan saling membunuh atau saling membantu.

Adegan kejar-kejaran yang sangat brutal menjadi sesuatu yang benar-benar harus diakui apik dan absurd. Scene dimana dalam peperangan membawa gitaris yang memainkan gitar elektrik lengkap dengan amplifier gede adalah sesuatu yang paling absurd bagi saya.



Dari segi alur cerita, Mad Max banyak menampilkan sesuatu yang membingungkan. Tetapi sekali lagi, hal tersebut tidak akan membingungkan apabila menonton triloginya di tahun 1970-an. Latar belakang padang pasir membuat komposisi dalam layar sangat luas. Saya menyadari harus melihat banyak adegan dalam satu layar saat Furiosa dan Max ingin kembali ke tempat Immortan Joe. Minimnya CGI dengan beberapa adegan-adegan yang berbahaya membuat film terlihat benar-benar nyata.

Sulit untuk menebak nilai yang disampaikan dalam film ini layaknya seperti film lain yang mengandung makna atau pesan moral. Kecuali dalam diri seorang Furiosa. Wanita cacat yang mampu mengendarai War Rig dan mampu bertarung dan melawan kekuasaan kotor dari sang penguasa. Atau mungkin film ini disajikan untuk menghibur penontonnya dengan aksi kejar-kejaran menggunakan mobil-mobil unik yang sangat brutal. Ini membuat saya berfikir, Mad Max Fury Road adalah Fast and Furious versi Warner Bros.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar