Kamis, 11 Juni 2015

Surat untukmu...

Dear, pembaca...
Kalau isi surat ini mengandung kalimat ambigu, maafkan lah. Sengaja ku lakukan untuk memberi kesan yang menyembunyikan untuk umum. Sesungguhnya isi surat ini hanya untuk seseorang. Sangat tidak yakin surat ini akan dibaca langsung untuk orang tersebut. Tapi terlalu gengsi untuk ku sampaikan langsung. Oleh karena itu, semoga akan ada orang yang menyampaikan surat ini kepadanya.

Dear, kamu...
Aku ingat di tahun 2010. Waktu itu aku kecelakaan motor. Aku harus dirawat selama 6 hari karena gegar otak ringan. Sepulang rumah sakit, aku marah padamu. Aku merasa kamu tidak adil. Masalah sepele. Aku baru sadar waktu itu aku labil. Sangat labil malah. Sangat egois. Aku lebih mementingkan keperluan yang membuatku terlihat kekinian pada waktu itu. Kamu membalas dengan kemarahan. Kamu diam padaku selama beberapa hari. Begitu pun aku. Aku lupa bagaimana akhirnya kita baikan.

Dua bulan kemudian hari lebaran tiba. Seperti biasa, hari lebaran digunakan untuk saling berma'afan. Hari lebaran sebelumnya, aku tak pernah memikirkan segala dosa yang aku buat di hari-hari yang lalu. Aku pun tak pernah mengucapkan kata ma'af pada hari lebaran. Tapi hari lebaran itu aku sangat berbeda. Saat aku bersalaman denganmu, aku langsung memelukmu. Aku menangis. Aku menangis memelukmu. Aku mengeluarkan kata ma'af. Berulang-ulang aku meminta ma'af. Kamu mengeratkan pelukanmu. Kamu meng-iya-kan kata ma'af-ku. Aku ingat, aku punya dosa yang sangat besar padamu. Dosa yang seharusnya tidak pernah aku lakukan. Dosa karena sifat egosentris-ku padamu. Sampai sekarang aku masih ingat dosa itu. Mungkin takkan ku lupakan.

Dua bulan kemudian, kamu pergi meninggalkan-ku. Kamu pergi ke tempat yang sangat jauh. Tempat yang masih ada di dunia. Ku dengar tempat itu sangat berbahaya. Tempat yang selalu ada kematian setiap tahunnya. Tapi tempat itu adalah salah satu tempat yang ingin kamu kunjungi. Memang, kamu pergi tidak sendiri. Kamu pergi bersama teman-temanmu. Tapi aku tetap khawatir. Aku tak mau kehilanganmu. Aku tak mau jauh darimu.

Saat di rumah-mu, saat kamu berpamitan dengan orang-orang terdekatmu, kamu menghampiriku. Kamu menangis padaku. Kamu memberiku banyak pesan untuk waktu selama ditinggalkan-mu. Itu membuatku bertambah sedih. Aku ikut menangis. Kita sempat berpelukan di depan orang banyak. Aku tak peduli. Kita berpelukan karena kita saling menyayangi.

Selama ditinggalkanmu, kamu memberiku banyak kewajiban. Sesuatu yang tidak pernah ku rasakan sebelumnya. Termasuk aku harus menjaga diri karena jauh darimu untuk waktu yang lama bagiku. Walaupun kamu sedang jauh, hampir setiap hari kamu mengabarkan keadaanmu. Kamu selalu menceritakan tempat yang menurutmu indah itu. Sempat kamu berpesan untuk aku mengunjungi tempat itu dalam hidupku. Setiap hari pula aku selalu mendoakan keselamatanmu. Berharap kamu kembali dengan keadaan tubuh yang semakin sehat. Selama aku ditinggal, aku merindukan kebersamaan denganmu. Aku berubah jadi orang yang selalu merindu. Sangat rindu. Tak ada kata-kata lain untuk menggambarkan keadaanku waktu itu, kecuali kata "rindu".

Akhirnya selama sebulan setengah kamu pulang dengan selamat. Tidak ada kesan yang begitu indah untuk diceritakan saat kamu pulang dari tempat itu. Aku hanya bersyukur, akhirnya kamu pulang dengan tubuh yang semakin gemuk. Aku bersyukur, kamu telah kembali untuk bersama-sama lagi secara dekat. Aku tak menangis, karena kamu tak buat ku menangis.

Hal yang sama terjadi setahun kemudian. Tapi bukan kamu yang meninggalkan-ku. Aku lah yang meninggalkan-mu. Aku mengabarkanmu kalau aku diterima kuliah. Aku memberitahumu kalau kita akan berpisah di waktu yang lama. Tapi kamu terlihat sangat bahagia. Mungkin lebih tepatnya kamu bangga padaku. Bahkan kamu bersedia mengurus segala keperluan untukku di tempat yang ku sebut kota perantauan. Bukan hanya itu, kamu bahkan bersedia mengantarkan-ku ke kota perantauan. Tidak ada kesedihan di wajahmu.

Hari pertama aku di kota perantauan, aku sangat kesepian. Belum mengenal banyak teman di kota perantauan. Orang yang pertama ku rindu adalah kamu. Sepulang setelah mengantarkan-ku, kamu langsung menelfon-ku. Kamu langsung menanyakan keadaanku, kamu menanyakan teman-temanku. Sangat menggambarkan betapa sayang-nya kamu padaku.

Sekarang aku sudah semester 8. Selama 8 semester pula kamu yang selalu memberi ku semangat. Kamu yang selalu perhatian tentang kehidupanku di kota perantauan. Bahkan saat aku sakit, kamu rela datang ke kota perantauan, memintaku untuk pulang ke rumah agar kamu bisa merawatku.

Aku tak mengerti hatimu mengandung apa. Kamu sangat begitu sayang padaku. Saat aku jujur kalau aku mulai merokok, kamu tidak marah, padahal itu sangat dilarang olehmu. Ma'afkan aku, aku melanggar perintahmu. Tapi ku tahu, kamu kecewa. Untuk itu, aku akan selalu ingat, bahkan tulisan ini mungkin akan jadi pengingat. Aku harus membalas kasih sayang yang pernah kamu berikan.

Untukmu, yang hari ini berulang tahun ke 47 tahun. 11 Juni 1968. I love you...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar